MISIGEREJA MASA KINI Gereja yang hidup adalah gereja yang bermisi, gereja yang dengan sungguh-sungguh dan setia mencoba menjalankan setiap aspek kebenaran firman Tuhan di dalam kesehariannya. Memang itu bukan hal yang gampang, tetapi bukan tidak mungkin dicapai dan dilakukan.
GerejaRaya (bahasa Latin: Ecclesia Magna) adalah istilah yang digunakan di dalam historiografi Kristen perdana sebagai sebutan bagi Gereja pada kurun waktu tahun 180 sampai tahun 313, yakni jangka waktu antara agama Kristen purba sampai dengan legalisasi agama Kristen di Kekaisaran Romawi, kurang lebih sama dengan kurun waktu yang sekarang disebut zaman Ante-Nikea.
TRIBUNPONTIANAKCO.ID - Ada 4 perbedaan mendasar ciri Gereja Katolik dengan gereja lainnya. Gereja Katolik mengenal 4 sifat dasar yakni satu, kudus, Katolik dan apostolik. Ungkapan ini tersirat
SEJARAHGEREJA MULA-MULA. Sebelum Yesus naik ke surga, Ia memberikan perintah kepada para murid-Nya untuk pergi ke Yerusalem dan menunggu di sana sampai Roh Kudus dicurahkan ke atas mereka. Dengan kuasa yang diberikan Roh Kudus itu Yesus berjanji akan memperlengkapi murid-murid-Nya untuk menjadi saksi-saksi, bukan hanya di Yerusalem tapi juga
Dengandemikian harus dikatakan paham Paulus tentang Gereja yang paling pokok dirumuskan dengan istilah "TUBUH KRISTUS" (bdk. 1Kor.12:27). Gereja tidak disebut "tubuh" karena kerjasama dan kesatuan antar anggotanya, tetapi oleh karena anggota bersatu dalam Kristus. Sifat kristologisnya membuat Gereja menjadi Tubuh (bdk.
BC0cD. ArticlePDF Available AbstractThe relationship between evangelism and social care is a hot topic that is still being debated. Some argue that the Church should only work on evangelism, that is, on eternal salvation spiritual matters, not on social issues. Others are of the view that working on social issues is a means for the purpose of evangelizing. By using a descriptive qualitative approach, this article is intended firstly to show that the mission of the Church is an integrative-holistic mission covering the field of evangelism and social service. The two are united in Missio Dei. Second, in order to attract reflections for churches everywhere, it is necessary to reconstruct the paradigm and implementation of the Church's mission in the present. The results of the discussion conclude that the Church's mission should be integrative-holistic. This means that the Church does not separate dualism between evangelism and social care. The integrative-holistic mission is considered very relevant and needed as an answer to bring the gospel of Jesus Christ into reality and at the same time can alleviate the problems or conditions of the society in which the Church is located. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Copyright© 2021 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 105 ISSN Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi Gereja di Indonesia Masa Kini Kalis Stevanus Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, Jawa Tengah kalisstevanus91 Abstract The relationship between evangelism and social care is a hot topic that is still being discussed. There are those who argue that the church should only work on evangelism, which is about eternal salvation spiritual field only, not on social issues. There are also those who view working on social issues as a means to the end of evangelism. By using a descriptive qualitative approach, this article has two purposes. First, to show that the church's mission is an integrative-holistic mission covering the field of evangelism as well as social service; they are one unit in the Missio Dei-Christi. Second, to draw reflections for churches everywhere, it is necessary to recon-struct the paradigm and implement the church's mission in the present. The results of the discussion conclude that the church's mission should be holistic-integrative. That is, the church does not separate dualism between evangelism and social care. The integrative-holistic mission is considered to be very relevant and needed as an answer to make the gospel of Jesus Christ a reality, and at the same time it can solve problems or conditions in the community where the church is existed. Keywords church’s mission; evangelism; integrative-holistic mission; missio Dei Abstrak Hubungan antara pekabaran Injil dan kepedulian sosial merupakan topik yang hangat hingga kini masih didiskusikan. Ada yang berpendapat bahwa gereja seharusnya hanya menger-jakan pekabaran Injil, yaitu perihal keselamatan kekal bidang rohani saja, bukan pada isu-isu sosial. Ada juga yang berpandangan bahwa mengerjakan isu-isu sosial itu sebagai sarana bagi tujuan pekabaran Injil. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, atikel ini dimak-sudkan pada dua hal. Pertama, untuk memperlihatkan bahwa misi gereja adalah misi integratif-holistik meliputi bidang pekabaran Injil dan juga pelayanan sosial; keduanya merupakan satu kesatuan dalam Missio Dei-Christi. Kedua, untuk menarik refleksi bagi gereja-gereja di manapun berada, perlunya melakukan rekonstruksi paradigma dan implementasi misi gereja di masa sekarang. Hasil bahasan memberi simpulan bahwa semestinya misi gereja bersifat integratif-holistic. Maksudnya, gereja tidak memisahkan dualisme antara pekabaran Injil dan kepeduli-an sosial. Misi integratif-holistik dianggap sangat relevan dan dibutuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Yesus Kristus menjadi realitas, dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kondisi masyarakat di mana gereja berada. Kata kunci misi gereja; misi integratif-holistik; missio Dei; penginjilan PENDAHULUAN Sejarah mencatat pada abad XX kaum Evangelikal banyak yang telah kehilangan perspektif Alkitab dan membatasi diri hanya pada pekabaran Injil tentang keselamatan pribadi tanpa keterlibatan yang cukup dalam tanggung jawab sosial. Ketika Liberalisme teologi dan Humanisme menyerbu gereja-gereja Protestan, dan mengumumkan suatu “Injil sosialâ€, berkembang keyakinan di antara kaum Evangelikal bahwa ada sebuah e-ISSN 2722-8215 p-ISSN 2477-1373 Volume 7, No 2, Juni 2021 105-115 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 106 antitesis antara keterlibatan sosial dan pekabaran Injil. Namun, sekarang kaum Evangelikal semakin yakin bahwa mereka harus melibatkan diri di dalam masalah-masalah sosial yang dihadapi manusia tanpa “mengecilkan†prioritas pekabaran Injil tentang keselamatan individu. Mereka prihatin akan kebutuhan manusia yang seutuh-nya karena teladan Yesus Kristus, kasih-Nya yang mendorong, dan tantangan dari wa-risan Injili mereka. Terkait hubungan antara penginjilan dan isu-isu sosial, Stevri Lumintang mengu-tip salah satu dari empat harapan Billy Graham, dalam acara pembukaan konsultasi misi Internasional sedunia di Lausanne, Switzerland tahun 1974, yang menetapkan hu-bungan antara penginjilan dan tanggung jawab kaum Evangelikal kini mulai memandang misi secara integratif dan holistik. Misi bukan hanya dipahami sebagai penginjilan keselamatan individu dan pertumbuhan gereja, melainkan juga misi adalah tanggung jawab sosial, yaitu sebagai upaya terlibat dalam berbagai per-soalan sosial dan kemanusiaan yang diawali oleh usaha penginjilan. Krisis yang dialami gereja pada masa kini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan penting-nya suatu usaha membangun kembali pemahaman misi gereja. Menurutnya usaha untuk membangun kembali konsep dan pemahanan mengenai misi menjadi relevan, karena misi gereja saat ini sedang mengalami semacam krisis. Banyak Gereja terpe-rangkap dalam sikap eksklusif dan hidup untuk dirinya sendiri saja, dengan kesibukan-kesibukan di/ke dalam, untuk kepentingan anggota-anggotanya tanpa keterlibatan yang cukup dalam tanggung jawab konteks di Indonesia kenyataan semangat eksklusif usaha Pekabaran Injil ini dilaksanakan tidak mempertimbangkan konteks masyarakat Indonesia. Konteks Indonesia yang pluralis dan diwarnai dengan pelbagai masalah seperti kemiskinan be-lum mendapat tempat dan perhatian dalam pemahaman dan semangat “misi eksklusifâ€, yang diwarisi gereja-gereja Indonesia. Bila sikap dan semangat yang eksklusif itu tetap dipertahankan, maka misi gereja di Indonesia dapat dikatakan sedang dalam krisis. Paling tidak krisis dalam pemahaman yang pada gilirannya sangat memengaruhi pelaksanaan misi gereja. Padahal, tampak jelas dari teladan dari pelayanan Tuhan Yesus yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, bukan sekadar misi eksklusif me-lainkan sudah cukup banyak gereja di Indonesia yang menerapkan misi integratif. Namun, sepertinya usaha tersebut perlu ditingkatkan dan diintensifkan Norman E. Thomas, Teks-Teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Sedunia Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012,198. Stevri Lumintang, Misiologia Kontemporer Batu Malang YPPII, 2006,25 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, 2008,5 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia Yogyakarta Taman Pustaka Kristen, 2008, 8 Yang dimaksudkan misi eksklusif adalah usaha misi yang hanya menekankan Pekabaran Injil dengan tujuan pertambahan jumlah orang Kristen. Kalis Stevanus, "Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€, Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2 2018 284–298. Kalis Stevanus dan Yunianto, “Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa Kini,†HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen no. 1 2021 55–67. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 107 guna mewujudnyatakan Injil dalam realitas. Gereja hadir menjadi garam dan terang di tengah-tengah masyarakat. Situasi pluralis di Indonesia juga seharusnya mendorong gereja-gereja menguji ulang pemahaman dan sikap missionernya. Gereja di Indonesia harus menghadapi kenyataan dan bergaul dengan orang-orang beragama lain dalam jumlah yang makin berkembang. Dan juga menghadapi maraknya sikap intoleransi dan kekerasan anar-kis. Selain itu juga, dalam bidang sosial-ekonomi, terjadinya kesenjangan antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Arifianto dan Stevanus menyatakan bahwa kenyataan ini “harus†mengubah paradigma dan praktik misi Kristen dari gereja di Indonesia. Menghadapi situasi seperti sekarang ini, dalam situasi pandemi Covid-19, gereja dipanggil untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi dunia, sebab gereja adalah terang dan garam dunia Mat. 513-16. Dengan demikian, gereja seharusnya meman-dang pendemi Covid-19 bukan sebagai penghalang misi gereja, sebaliknya sebagai “peluang†untuk menerapkan misi Allah untuk menjangkau mereka yang menderita dengan memerhatikan situasi sosial di tengah di Indonesia dan misinya tidak dapat berjalan terus seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Misi Gereja juga ditantang untuk dipahami secara baru dalam konteks sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Bagaimana menunaikan tugas panggilan misi dari Tuhan dalam konteks Indonesia? Gereja-gereja di Indonesia perlu mengenali dan berminat untuk memandang misi secara kontekstual. Mungkin tidak semua Gereja, tapi sebagian besar Gereja di Indonesia masih melihat dan memahami Gereja sebagai lem-baga kerohanian saja yang tidak perlu mengurusi soal-soal “duniawiâ€, umpamanya masalah-masalah sosial, ekonomi, korupsi, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagaianya. Nampak pemisahan antara yang rohani dan yang jasmani atau duniawi serta segala implikasinya sehingga telah menumbuhkan misi eksklusif di mana Gereja hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja. Ini merupakan salah satu sumber krisis dalam pemahaman dan praktek misi. Caspersz, sebagaimana dikutip Woga, menegaskan bahwa pemisahan total kehi-dupan rohani religious dari urusan-urusan duniawi bertentangan dengan eksistensi manusia yang multidimensional, yang temporal kodrati/sekular dan trans-temporal adikodrati, dan karenanya merongrong keseimbangan hidup serta keberadaan ma-nusia dan yang sama diutarakan oleh Lumintang, bahwa penekanan pada salah satu sisi, pasti membuahkan pemikiran yang sempit dan berat sebelah, yaitu Kalis Stevanus, “Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37 Sebagai Upaya Pencegahan Konflik,†BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 1 2020 1–13. Yonatan Alex Arifianto and Kalis Stevanus, “Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen,†HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 39–51. Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis Stevanus, “Pentingnya Peran Media Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19,†HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, no. 2 2020 86–104. Edmund Woga, Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia Yogyakarta penerbit Kanisius, 2009,184 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 108 misi yang tidak relevan dengan kebutuhan dunia. Inilah persoalan misiologi pada masa kini, yaitu mempertemukan secara integratif antara teks, konteks dan yang berat sebelah atau dualisme ini sangat tidak relevan dalam konteks Indonesia. Gereja menjadi alergi dan tidak mau berurusan dengan masalah sosial, ekonomi, politik dan sebagainya karena menganggap semua itu bukan urusan gereja. Bila gereja menyuarakan pandangan berkaitan dengan ketidakadilan, HAM, korupsi, dan masalah-masalah sosial lainnya yang terjadi di sekitarnya, maka Gereja semacam itu akan dianggap “keluar dari panggilannyaâ€. Penulis menyebut ini sebagai krisis misi intern. Gejala ini dalam intern gereja nampak dalam praktek misi yang hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja, yaitu memenangkan jiwa, atau dengan kata la-in, misi dengan arah “mengkristenkan†Indonesia. Pemahaman misi yang kurang memerhatikan konteks sosial di mana gereja hadir, hal ini justru sangat melemahkan posisi dan peranan gereja di Indonesia. Itu sebabnya pemahaman misi gereja masa kini harus diubah menjadi misi Kerajaan Allah yang mempunyai cakupan luas, yakni meliputi semua bidang kehidupan manusia atau holistik. Sebab itu, gereja tidak boleh melalaikan peran aktifnya di bidang sosial, sehingga memberikan pengaruhnya yang positif terang dan garam dalam kehidupan sosial di masyarakat. Terkadang gereja atau orang Kristen secara salah memahami misi gereja hanya berkenaan dengan kerohanian personal dan tidak berkenaan dengan kehidupan sekular, sehingga tidak merasa berkewajiban untuk memikirkan tanggung jawab sosialnya. Sejatinya misi gereja terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang sosial. Itu sebabnya gereja tidak bisa tidak memerhatikan dan meng-usahakan kehidupan sosial yang lebih baik bagi masyarakat di mana Gereja berada. Pelayanan secara komprehensif, yakni pelayanan holistik, sangat relevan dan di-butuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Kerajaan Allah menjadi realitas dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kesulitan-kesulitan kehidupan yang dia-lami masyarakat di mana gereja berada saat ini. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa misi integratif yang sifatnya holistic merupakan dimensi pelayanan misi gereja yang perlu dilakukan. Tidak cukup dengan doa; artinya, segala pergumulan jemaat mau-pun masyarakat, tidak cukup diatasi hanya dengan didoakan. Membantu mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi dibutuhkan tindakan lain selain doa, yaitu pelayanan holistik yang akan membawa sejahtera dalam kehidupan individu maupun masyarakat, sehingga terwujudlah peradaban shalom. Karena selama ini misi yang dilakukan gereja pada umumnya masih bersifat dualisme dan bukan suatu keutuhan holistik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pentingnya perubahan para-digma dan praktik misi gereja, khususnya di Indonesia. Misi gereja harus tetap dila-kukan sebagai bentuk ketaatan pada Amanat Agung Kristus. Namun dalam praktik Lumintang, Misiologia Kontemporer, 44 Stevanus, “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Istilah “sekular" berasal dari bahasa Latin “saeculum†yang berarti dunia. Kata sifat dari “saeculum†adalah kata “sekular†Latin saecularis yang artinya bersifat duniawi. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 109 pelaksanan misi harus memerhatikan situasi sosial di tengah masyarakat di mana ge-reja berada, sehingga Injil dapat diterima sesuai konteks kekinian pendengarnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatit deskriptif dengan metode pustaka. Metode pustaka untuk menjawab permasalahan penelitian dengan mencari sumber-sumber literatur yang relevan dengan topik bahasan tentang misi gereja masa kini. Data-data tersebut dianalisis dengan mencermati beberapa teks Alkitab, dan kemudian mendeskripsikan hasil analisis tersebut secara naratif. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan dipaparkan pokok-pokok penting untuk menjawab tujuan penulisan, yaitu Pertama, mengemukakan landasan teologis misi Kristen; kedua, men-jelaskan suatu kenyataan adanya pergeseran paradigma misi gereja di masa sekarang; ketiga, merefleksikannya bagi gereja masa kini. Landasan Teologis Misi Kristen Sesudah kebangkitan, sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus memberi perintah agar para murid-Nya memberitakan Injil kepada semua suku bangsa Mat. 2819-20. Roh Kudus diberikan kepada semua murid-Nya dan memberi mereka kuasa untuk menjadi saksi Kristus di mana pun mereka berada Kis. 18 sampai ke ujung bumi Mat. 2414.Alkitab secara gamblang menyatakan bahwa semua orang percaya diberi “mandat†untuk melaksanakan Pekabaran Injil kepada semua bangsa. Mandat ini sering disebut sebagai Amanat Agung Mat. 2818-20; Mrk. 1615; Luk. 2447; Yoh. 2021; Kis. 18. Semua orang percaya, tanpa kecuali, dipanggil untuk menaati perintah misioner menjelaskan kata “pergilah†poreuthentes di dalam perintah Matius 2819 itu memiliki arti berangkatlah atau pergi meninggalkan, melintasi batas sosial, rasial, kultural, ini berarti misi Tuhan Yesus adalah misi yang sifatnya inklusif, artinya terbuka untuk semua orang tanpa mengenal latar belakang ini juga dikemukan oleh David Bosch, bahwa sifat misi Tuhan Yesus adalah inklusif. Misi-Nya adalah misi yang melenyapkan keterasingan dan menghancurkan tembok-tembok kebencian, misi yang melintasi batas-batas antara individu dan demikian, sangat jelas bahwa amanat Tuhan Yesus adalah kesaksian. Dan kesaksian itu tidak dibatasi hanya untuk Israel, melainkan diberitakan ke seluruh dunia. Dan kuasa yang diperlukan untuk itu bukan kuasa militer atau politik melainkan kuasa Roh Kudus! Gereja diutus untuk mengundang orang dari semua suku dan bangsa agar Kalis Stevanus, Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi Yogyakarta Andi Offset, 2019,79. Kalis Stevanus, “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen,†Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 1 2020 1–19. Susanto Dwiraharjo, “Kajian Eksegetikal Amanat Agung Menurut Matius 28  18-20,†Jurnal Teologi Gracia Deo 1, no. 2 2019 56–73, Lumintang, Misiologia Kontemporer, 113 David Bosch, Transformasi Misi Kristen Jakarta BPK Gunung Mulia, 2006,41 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 110 menjadi murid Tuhan Yesus Mat. 2819. Menjadikan murid, artinya menjadikan semua orang di mana pun mereka berada dan siapa pun mereka untuk mengikuti menyatakan, sebenarnya sebelum Amanat Agung di dalam Matius pasal 28, telah ada kontak antara Tuhan Yesus dan bangsa-bangsa lain. Juga sebelum kebang-kitan-Nya, menjadi jelas bahwa maksud tujuan Allah meliputi segala bangsa. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Lama, di mana Abraham dipilih untuk menjadi berkat bagi segala bangsa Kej. 121-3. Dalam kehidupan Tuhan Yesus, perspektif ini nyata, di ma-na titik tolak pelayanan Tuhan Yesus disebut kota Kapernaum, yang terletak di “Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain†Mat. 413-16. Galilea adalah merupakan daerah Yahudi, tetapi bukan pusat daerah Yahudi seperti daerah Yudea dengan kota Yerusalem. Galilea dekat dengan daerah bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Kapernaum dan Galilea digambarkan oleh Matius sebagai tempat yang terbuka bagi manusia dari bangsa-bangsa yang bukan Israel. Dan sesudah kebangkitan-Nya, terbukalah jalan bagi segala bangsa untuk menjadi bagian dari umat Allah Mat. 2818-20. Dengan demikian terpe-nuhilah pengharapan akan keselamatan bagi bangsa-bangsa seperti yang dinubuatkan oleh para nabi Yes. 22-3; bdk. Mi. 41-2; Za. 822-23.Tuhan Yesus, menurut Injil Sinoptik, memiliki perhatian yang cukup besar terha-dap misi kepada dunia bangsa-bangsa bukan Yahudi. Perhatian itu Ia wujudkan tidak hanya dengan memberitakan Injil Kerajaan Allah dan melakukan mujizat bagi orang-orang bukan Yahudi yang datang kepada-Nya, tetapi lebih dari itu Ia menyeberangi daerah Palestina dan memasuki daerah bangsa kafir untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Menurut Stevanus hal ini juga hendak menyatakan bahwa misi Tuhan Yesus datang ke dunia membawa keselamatan bagi semua bangsa. Ia adalah Juruselamat bagi semua orang dan yakni seluruh umat Tuhan, dipanggil untuk mene-ruskan perintah misioner memberitakan Kabar Baik sampai kepada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Rekonstruksi Paradigma Misi Gereja Masa Kini dalam Konteks Indonesia Krisis dalam pemahaman dan praktek misi gereja yang penulis kemukakan secara singkat di atas merupakan titik tolak atau pijakan untuk secara kritis menemukan kem-bali pemahaman teologi mengenai misi gereja atau teologi misi yang relevan di Indo-nesia. Pemahaman misi gereja dari warisan masa lalu itu perlu direkonstruksi menjadi pemahaman baru misi baru yang kontekstual. Pembahasan ini merupakan kontribusi pemikiran teologis dan praktis dalam rangka rekonstruksi misi gereja di Indonesia yang dilakukan dalam suatu paradigma tertentu. Paradigma itu adalah paradigma misi yang relevan dengan konteks Indonesia. Sebuah tugas krusial bagi gereja di masa kini adalah menguji terus-menerus, apa-kah pemahamannya, atau paradigma tentang misi sesuai dengan konteksnya, di mana gereja itu hadir. Apa yang harus gereja lakukan adalah menetapkan apa arti misi, dan kemudian pada saat yang sama mendefinisikan praktik misioner atau mengaplikasikan konsep misi tersebut secara langsung di dalam situasi konkret sekarang. Sebagaimana Kalis Stevanus, Benarkah Injil Untuk Semua Orang? Yogyakarta Diandra Kreatif, 2017. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001,248 Kalis Stevanus, Lihatlah Sang Juruselamat Dunia Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018, 13 Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 111 dikatakan oleh Artanto bahwa paradigma misi memengaruhi dan menentukan praktik misioner. Sebagai rumusan dari Thomas Kuhn yang kemudian dirumuskan dengan lebih singkat oleh Hans Kung, sebagaimana dikutip Artanto, paradigma misi dapat dirumus-kan sebagai model interpretasi dan pemahaman yang memengaruhi, bahkan menen-tukan keyakinan, dan nilai, serta teknik-teknik misi gereja yang dipahami oleh gereja-gereja sebagai suatu komunitas dalam era tertentu. Perubahan dan pergeseran misi gereja sangat ditentukan oleh perubahan dan pergeseran paradigma teologi Mempelajari pergeseran paradigma misi akan membantu usaha memahami bagai-mana gereja memahami dan melaksanakan misi dalam pelbagai era dalam konteks yang berubah-rubah. Selain hal itu, juga akan menolong gereja pada masa kini untuk memiliki pandangan yang lebih mendalam tentang bagaimana gereja pada masa kini harus memberi arti atau mengintrepretasikan misi pada masa kini dalam situasi konkret. Perbedaan itu terjadi karena masing-masing era melakukan refleksi teologis dengan paradigma yang telah bergeser dari paradigma yang digunakan oleh era sebe-lumnya. Paradigma misi seyogyianya terus diperbarui atau direkonstruksi untuk mengha-dapi konteks baru dan era baru. David Bosch menguraikan berbagai paradigma yang muncul belakangan dalam teologi misi, tentang paradigma misi gereja yang bagaima-nakah yang tepat atau relevan dengan konteks pada abad ke-21? Dikatakan oleh Anne Ruck, bahwa selama abad ke-20 misi Kristen telah diartikan kembali secara mendalam, sehingga pertanyaan Bosch tersebut menemukan jawaban dari sudut pandang abad ke-21 yang jauh berbeda dari konteks seratus tahun lalu. Dalam terang ini tantangan untuk memelajari misi dapat digambarkan dalam kata-kata van Engelen yang dikutip Bosch, misi dipahami sebagai usaha untuk menghubungkan peristiwa Yesus yang selalu relevan dari dua puluh abad yang lalu dengan pemerintahan yang dijanjikan Allah melalui inisiatif-inisitiaf yang bermakna untuk masa kini dan di dengan gereja-gereja Indonesia di masa sekarang? Dikatakan oleh Ruck, justru di abad ke-21 ini umat Kristen di Indonesia semakin tersingkir, tertindas, dan terancam. Bagaimana merespons situasi seperti ini? Bagaimanakah seharusnya gereja di Indonesia bersaksi dan bermisi dalam konteks Indonesia masa kini yang begi-tu majemuk dan terus berubah, dan yang harus menghadapi berbagai tantangan seperti bencana alam, kemiskinan, korupsi, konflik, dan kekerasan serta mengemukanya gejala intoleransi? Menghadapi situasi seperti itu, tidak ada cara lain selain memahami kembali konsep misi dan praktik misi yang sesuai di Indonesia sekarang. Itu sebabnya gereja-gereja di Indonesia pun harus perlunya melakukan rekonstruksi misi sebab pemahaman misi yang lama kemudian menjadi tidak relevan dalam konteks Indonesia sekarang ini. Pemahaman misi harus bersifat dinamis dan terbuka untuk dikoreksi atau mengalami rekonstruksi kembali, sehingga dihasilkan suatu pemahaman misi gereja Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Bosch, Transformasi Misi Dkk. Anne Ruck, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,25 Bosch, Transformasi Misi Kristen, 35 Anne Ruck, Jemaat Misioner, 92 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 112 yang relevan dibutuhkan di tengah-tengah pluralitas intern gereja di Indonesia, dan juga di tengah pluralitas agama dan kebudayaan serta situasi kemiskinan yang men-colok di Indonesia. Benar apa yang dikatakan Artanto untuk konteks Indonesia, yang perlu mengem-bangkan pemahaman misi gereja dalam paradigma ekumenis, di mana gereja harus semakin terlibat dalam pengembangan manusia dan masyarakat yang seutuhnya. Pemahaman misi gereja dalam paradigma ekumenis merupakan “pertanggungjawaban†gereja-gereja Indonesia terhadap masyarakat dan bangsanya sendiri. Itu sebabnya, misi gereja tidak boleh mengabaikan konteks Indonesia dan kepentingan seluruh masya-rakat di Indonesia. Misi gereja sekarang dituntut untuk menyapa masalah masyarakat masa kini dengan segala pergumulan dan tantangan yang ada. Apakah gereja akan memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang ada? Apakah gereja sadar akan panggilannya supaya menjadi garam dan terang serta menjadi saluran berkat Tuhan kepada dunia? Misi yang konkret dan menyeluruh holistik misalnya berfokus pada pelayanan sosial-ekonomi dan pengembangan masyarakat sangatlah penting. Misi integratif, termasuk pelayanan sosial-ekonomi-keadilan dan juga pekabaran Injil keselamatan individu merupakan jawaban untuk konteks Indonesia masa kini. Petrus Octavianus mengemukakan, bahwa pelayanan holistik tidak hanya berusa-ha menyelamatkan jiwa, tetapi juga menolong mereka untuk mulai merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sekarang ini. Jadi, pelayanan sosial pengembangan masyarakat itu juga merupakan bagian dari misi Kristen karena gereja diutus untuk melakukan hal-hal tersebut. Inilah misi yang sesungguhnya. Dari uraian ini, dapat disimpulkan peran gereja dalam pelaksanaan Missio Dei, bahwa hakikat misi gereja harus senantiasa melihat misinya terdiri dari tiga unsur utama. Pertama, prok-lamasi; gereja terpanggil untuk memproklamasikan Yesus Kristus kepada dunia. Kedua adalah kesaksian; gereja terpanggil untuk hidup seperti Kristus di dunia. Ketiga ialah pelayanan; gereja terpanggil melayani dan menjalankan aksi sosial dengan dasar kasih Kristus kepada dunia. Sejajar dengan itu, Mangunwijaya mengatakan bahwa gereja missioner di Indonesia harus didasari bahwa iman, pengharapan, dan kasih bukan hanya berlaku di dalam internal gerejawi, melainkan harus berdimensi luas menyentuh sendi-sendi kehi-dupan masyarakat secara konkret dan Pasaribu menegaskan, bahwa dengan melaksanakan misi integratif ini akan membawa gereja kepada pelayanan yang kokoh dan terintegrasi, dengan memproklamasikan kabar baik, dan sekaligus menun-jukkan kasih Allah secara konkret dalam pergumulan bangsa dan dunia. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia dalam rangka melaksanakan misi Allah tersebut? Gereja terpanggil untuk terlibat dalam menggumuli isu-isu sosial di Petrus Octavianus, Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah Batu Malang YPPII, 1985,34-35 Mangunwijaya, “Pengantarâ€, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, R. Dopo Yogjakarta Kanisius, 1993,ix Dkk Ria Pasaribu, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,313. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 113 tengah masyarakat di mana gereja hadir di situ. Keterlibatan itu termasuk dalam rangka misi mewujudkan Kerajaan Allah di bumi, tanpa mengecilkan prioritas pemberitaan Injil tentang keselamatan individu. Stevanus menyatakan bahwa motivasi misi Kristen bukan hanya menyelamatkan individu atau menambah jumlah anggota gereja, melain-kan untuk mewujudkan Kerajaan yang tidak mengandung aspek proklamasi Injil berarti misi tersebut telah be-rubah dan bergeser dari Missio Dei-Christi. Misi yang demikian telah kehilangan satu unsur yang esensial dan tidak lebih dari aksi sosial, seperti yang dilakukan oleh banyak lembaga sosial di dunia. Misi menjadi sekadar suatu usaha kepedulian sosial semata di mana lembaga sosial dunia bisa melakukannya. Tetapi Missio Dei-Christi dilakukan oleh lembaga Gereja saja sebab hanya Gereja yang diberikan mandat. Olehnya gereja harus bersaksi dan melayani serta melaksanakan Missio Dei-Christi dengan turut serta terlibat dalam kepedulian sosial. Missio Dei-Christi tidak mungkin dijalankan oleh gereja di Indonesia bila di dalam kehidupan gereja itu sendiri masih terdapat pandangan dua-listis yang memisahkan kehidupan gereja kerohanian dan masyarakat duniawi. Gereja harus membina anggota-anggotanya agar mereka menyadari relasi gereja dan masyarakat sebagai dua dimensi dari satu realitas kehidupan Kristen. Masalah kema-syarakatan entah itu kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, pencemaran lingkungan, dan isu-isu sosial lainnya harus dilihat sebagai tanggung jawab dan tugas bersama tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan. Gereja masa kini perlu melihat gereja perdana mengenai misi dalam hubungannya dengan rencana Allah bagi penyelamatan manusia, yakni gereja sebagai penatalayan di dunia juga memiliki tanggung jawab sosial sebagai bagian dari masyarakat manusia pada umumnya. Sejak awal, penginjilan, ajaran, persekutuan/ibadah, dan pelayanan sosial semuanya merupakan bagian integratif dari misi gereja perdana Kis. 242-47. Injil bersifat holistik karena Kekristenan yang alkitabiah berbicara kepada setiap kebutuhan kata lain, dapat dikatakan bahwa dalam pelayanan misi gereja semestinya terintegrasi, baik dalam teologi maupun dalam praktiknya, tidak ada dualistis yang memisahkan antara “rohani†dan “fasikâ€, “individu†dan “komunitasâ€, “suci†dan “sekulerâ€, dan seterusnya. Oleh sebab itu, gereja harus menolak untuk memi-sahkan keduanya. Refleksi Penting sekali gereja memiliki pemahaman yang benar tentang pelayanan holistik kepedulian sosial dalam kaitannya dengan kegiatan Pekabaran Injil. Terkadang dijumpai pelayanan holistik dijadikan “alat†untuk mengkristenkan orang. Niat pembe-ritaan Injil, pertama-tama bukan didasarkan pada motivasi kristenisasi, yaitu untuk menjadikan orang yang bukan Kristen menjadi Kristen, atau menjadi anggota gereja tertentu pertumbuhan gereja. Pemberitaan Injil harus didasarkan pada kerinduan atau kasih agar mereka yang terhilang dalam dosa beroleh keselamatan melalui iman kepada Tuhan Yesus. Inilah motivasi dasar yang benar untuk kegiatan pekabaran Injil. Stevanus, “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Ailsa Barker Wirawan, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,190 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 114 Pelayanan holistic tidak hanya berusaha menyelamatkan jiwa, tetapi juga menolong mereka untuk mulai merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sekarang ini. Terkadang juga pelayanan holistic dijadikan “alat†untuk meredam suatu gejolak di masyarakat ketika terjadi aksi protes atas kehadiran gereja. Ini adalah suatu perbuatan yang tidak jujur, tidak etis sebab tidak dilandasi kasih yang murni agape. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, disimpulkan bahwa paradigma dan praktik misi gereja harus direkonstruksi ulang, dan dalam implementasinya melakukan pendekatan integratif dan/atau holistik dalam pekerjaan misi. Sebab untuk itulah gereja ada dan diutus ke dalam dunia di mana ia ada. REFERENSI Anne Ruck, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis Stevanus. “Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 39–51. Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, 2008. Bosch, David. Transformasi Misi Kristen. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2006. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001. Dwiraharjo, Susanto. “Kajian Eksegetikal Amanat Agung Menurut Matius 28  Jurnal Teologi Gracia Deo 1, no. 2 2019 56–73. Kalis Stevanus. Benarkah Injil Untuk Semua Orang? Yogyakarta Diandra Kreatif, 2017. ———. “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 1–19. Lumintang, Stevri. Misiologia Kontemporer. Batu Malang YPPII, 2006. Mangunwijaya, “Pengantarâ€, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, R. Dopo. Yogjakarta Kanisius, 1993. Petrus Octavianus. Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah. Batu Malang YPPII, 1985. Ria Pasaribu, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Stevanus, Kalis. “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2018 284–298. ———. Lihatlah Sang Juruselamat Dunia. Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018. ———. “Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37 Sebagai Upaya Pencegahan BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 2020 1–13. ———. Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi. Yogyakarta Andi Offset, 2019. Stevanus, Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis. “Pentingnya Peran Media Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, no. 2020 86–104. Thomas, Norman E. Teks-Teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Sedunia. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012. Wirawan, Ailsa Barker. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 115 Woga, Edmund. Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia. Yogyakarta penerbit Kanisius, 2009. Yunianto, Kalis Stevanus dan. “Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen no. 1 2021 55–67. Roedy SilitongaPantjar SimatupangGod calls his ecclesial church to go out to proclaim his Gospel to all creation and baptise, teach, and make all nations his disciples. Local churches, particularly in Indonesia, commonly carry on the calling by using the so-called One Duty the Missio Dei-Three Tasks koinonia, martyria, diakonia tasks. Reality shows of not uncommon partial and unbalanced implementations of the three tasks, mostly heavy focused on koinonia but less in both martyria and diakonia. The study objective is to assess implementation of the church missions view of drawing general lessons for a more effective implementation. The study was conducted at a small-sized church congregation in an indigenous community in a remote rural local area, using a mixed literature review, field observation and interviews, and conceptual synthesis methodology. The key findings are that mission fields are diverse and wide and requires contextual missions, the diakonia task plays a pivotal role, and a small size of congregation is good for quality-oriented missions, the Strength Gift Based Community Development conducted in a holistic integrated transformational mission is an appropriate approach. The study contributes to interdisciplinary understanding and formulation of basic principles in doing integrated missions by local churches, particularly in rural areas with indigenous community, remote location, and poverty-stricken mission study describes the importance of missionological learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education. Learning strategies in missionology-based Christian Religious Education to learners are very effective in strengthening the foundation of children's faith from an early age on the importance of carrying out the Great commission to preach the gospel. Coupled with holistic service learning strategies can help students quickly to implement missionology learning in schools and the community. Therefore, through this study, the author conveys that considering the importance of missionology learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education can equip and instill mission values with holistic service in students from an early age. This research uses descriptive qualitative methods with a literature study approach, so it can be concluded that the indicators of missionology learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education stated in this study can help readers understand the importance of missionary learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada para pendidik Kristen tentang pentingnya pendidikan misi melalui pelayanan holistik kepada peserta didik sejak dini melalui Pendidikan Kristen. Strategi pembelajaran dalam Pendidikan Agama Kristen yang berbasis misi kepada peserta didik sangat efektif untuk memperkuat fondasi iman anak-anak sejak dini tentang pentingnya pelayanan yang holistik tanpa harus dibatasi atau mengesampingkan yang lain. Strategi pembelajaran pelayanan holistik juga dapat membantu peserta didik dengan mudah untuk mengimplementasikan misi di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis menyampaikan bahwa misi melalui pelayanan holistik sangat penting dalam Pendidikan Kristen, karena dapat membekali dan menanamkan nilai-nilai misi dengan pelayanan holistik dalam diri peserta didik sejak dini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi literatur dan memberikan kesimpulan mengenai indikator-indikator sebagai faktor yang menentukan pentingnya strategi pembelajaran misi melalui pelayanan holistik dalam Pendidikan Agama relationship between the church and the world, the task of preaching the gospel and social care are still hot topics of discussion today. The purpose of raising this topic is so that the church can be reminded of the correct paradigm regarding the double mandate commanded by Jesus Christ the Head of the church in Matthew 2819-20 and Matthew 2234-40. The church's paradigm regarding the two mandates invariably influences and determines the practice of church life in its daily form. To describe the subject of this discussion, the author used a qualitative approach based on a literature study in which a range of relevant books and scientific academic articles were investigated and considered after which descriptive conclusions could be drawn. The results of the study indicate that Jesus through the mandate of evangelism, becomes an agent of spiritual transformation which ultimately results in needed social transformation. The mission of God is then for all of us to be involved in the spiritual elements of life and in considering the afterlife and of course also in striving to make the world a better place for SianturiThomas AllfadiserThe use of image-based media in teaching, is also needed as a means to teach in conveying material. Therefore, the use of image-based media is expected to be able to improve understanding of PAK teaching, especially in Sunday Schools of primary age. The purpose of this study is to find the reality, in the use of image-based media that is used as a medium to deliver PAK teaching in Sunday Schools. This research uses qualitative research with a case study approach. The research results obtained from the reality of using image-based media are to determine the material to be delivered. So, before the use of image-based media is used, the teacher first determines the material to be delivered, then the use of the media has a match with the material that has been TeologiPendidikan KristenParadigma MisiTeologi CipanasCriticism to the church in carrying out its mission is often raised. A number of churches are considered no longer world-oriented but only Heaven-oriented. In his book, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, Ebenhaizer I. Nuban Timo suggests that there are four erroneous paradigms about the mission. This paper is an attempt to assess whether these four erroneous paradigms also exist in the Batak Karo Protestant Church GBKP Namo Buah Silebo-Lebo NBS, Deli Serdang district, North Sumatra. The purpose of this assessment, of course, is to get a real picture of the GBKP NBS. This research is qualitative research through literature study and interviews. A literature study was carried out by tracing a number of writings on the mission of the church and also a number of GBKP NBS documents. Meanwhile, the interviewees included Former NBS Village Head, GBKP NBS church leader, a number of members and administrators of several GBKP NBS categories. As a result, the four mission paradigm errors concluded by Timo above were also found in the NBS GBKP. Abstrak Kritik terhadap gereja dalam menjalankan misinya sering dikemukakan. Sejumlah gereja dinilai tidak lagi berorientasi pada dunia tetapi hanya berorientasi pada Surga. Dalam bukunya, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, Ebenhaizer I. Nuban Timo mengemukakan adanya empat paradigma yang keliru tentang misi. Tulisan ini merupakan upaya untuk menilai apakah keempat paradigma yang keliru ini juga ada di dalam Gereja Batak Karo Protestan GBKP Namo Buah Silebo-Lebo NBS, kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri sejumlah tulisan mengenai misi gereja dan juga sejumlah dokumen GBKP NBS. Sementara itu, wawancara dilakukan terhadap beberapa komponen masyarakat. yang diwawancarai antara lain Mantan Kepala Desa NBS, pemimpin jemaat GBKP NBS, sejumlah anggota dan pengurus beberapa kategorial GBKP NBS. Hasilnya, keempat kekeliruan paradigma misi yang disimpulkan oleh Timo di atas ternyata juga ditemukan dalam GBKP general, the problem of mission today is related to a one-sided emphasis on one side. One emphasizes and maintains the context of the humanitarian field with all its problems and challenges so that it tends to ignore the text. While others are fixated on the text and ignore the context. It is undeniable that the mission paradigm will influence and determine its missionary practice. This paper is intended to contribute theoretically about the importance of reconstructing the Church's mission paradigm that is relevant to the context of today's Indonesia, and practically the churches in Indonesia can implement an applicable form of mission by taking part in alleviating the concrete problems faced. by the community according to the capabilities of the church members. By using a qualitative approach, namely a literature study, the author will describe descriptively about the foundation of Christian mission and the urgency of conducting a review or updating of the understanding and practice of its mission in the current concrete situation. It was concluded that the mission of the church must still be carried out but in its implementation it must pay attention to the social situation in the community. Because the mission of the church without paying attention to the context of its recipients will find difficulties and even failures in carrying out God's will as the light and salt of the world. This means that the strategy or technique of the church's mission must be implemented according to the current context in which the church is Coronavirus Disease 2019 Covid-19 outbreak, or better known as the Corona virus, is spreading rapidly, bringing changes in socializing and communicating in the community. Government regulations require all citizens to participate in breaking the chain of transmission of the virus. This of course also has an impact on the concept and implementation of the mission that has been carried out, namely face to face. As one way the church must continue to take its role in witnessing or preaching the gospel of Jesus Christ to non-believers using social media as the right choice in carrying out missions during the Covid-19 pandemic. This article will describe the understanding of the Church or believers as recipients of God's mission mandate, and the use of social media as a means of carrying out missions during the Covid-19 pandemic, and how the effectiveness and constraints of carrying out missions through social media. The results of the research can be said that the mission can still be carried out in all conditions in the midst of society even though without having to meet face to face with the way the church empowers its people to actively use social media as a means of preaching the Coronavirus Disease 2019 Covid-19 atau lebih dikenal dengan nama virus Corona yang menyebar dengan cepat membawa perubahan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di masyarakat. Aturan pemerintah mengharuskan semua warga berpartisipasi dalam memutus rantai penularan virus tersebut. Hal itu tentu juga berdampak pada konsep dan pelaksanaan misi yang selama ini dilakukan, yakni dengan tatap muka secara langsung. Sebagai salah satu caranya gereja harus tetap mengambil perannya untuk bersaksi atau memberitakan Injil Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum percaya menggunakan media sosial sebagai pilihan yang tepat di dalamnya pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19. Artikel ini akan memaparkan pemahaman tentang Gereja atau orang percaya sebagai penerima mandat misi Allah, dan pemanfaatan media sosial sebagai salah satu sarana pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19, dan bagaimana efektivitas serta kendala pelaksanaan misi melalui media sosial. Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa misi dapat tetap dilakukan dalam segala kondisi di tengah-tengah masyarakat meskipun tanpa harus tatap muka secara langsung dengan cara gereja memberdayakan umatnya untuk secara aktif menggunakan media sosial sebagai sarana pemberitaan Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis StevanusAnne RuckDkk Jemaat MisionerAnne Ruck, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis Stevanus. "Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen." HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 Gereja Misioner Dalam Konteks IndonesiaWidi ArtantoArtanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman AllahPetrus OctavianusPetrus Octavianus. Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah. Batu Malang YPPII, StevanusStevanus, Kalis. ""Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptik"." Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2018 284-298. -. Lihatlah Sang Juruselamat Dunia. Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018. -. "Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37Sebagai Upaya PencegahanKonflikSebagai Upaya Pencegahan Konflik." BIA' Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 2020 1-13. -. Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi. Yogyakarta Andi Offset, 2019.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis model pelayanan jemaat mula-mula berdasarkan Kisah Para Rasul sebagai suatu teladan bagi gereja masa kini. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan pengumpulan data melalui sumber Alkitab, buku, wawancara, maupun jurnal yang membahas topik yang sesuai kebutuhan. Terdapat suatu perbedaan yang mencolok dalam model pelayanan yang dilaksanakan oleh Gereja sebagai tubuh Kristus pada masa kini dan model pelayanan Gereja Perdana di mana terdapat keharmonisan dalam persekutuan, dan Tuhan menganugerahkan setiap hari penuaian jiwa-jiwa baru melalui pelayanan yang mereka laksanakan. Topik pembahasan ini sangat diperlukan oleh karena, pada saat ini terdapat banyak gereja yang tidak menunjukkan kualitas gereja yang sehat, sehingga berujung pada perpecahan di dalam jemaat itu sendiri. Hasilnya, jemaat mula-melayani dengan model kesehatian maupun kesatuan yang menumbuhkan Kerajaan Allah sebagai teladan bagi gereja masa kini, yaitu gereja yang sehat dan proaktif dalam menyaksikan Kristus. Maka kesimpulannya, Gereja sebagai lembaga rohani dan milik kepunyaan Allah pada hakikatnya harus sehat dengan menunjukkan ciri kesehatian dan kesatuan dalam kebersamaan jemaat, sehingga dengan demikian nama Tuhan dimuliakan. Kesehatian dan kesatuan berjalan bersama dan tidak mungkin dipisahkan, sebab tanpa salah satu dari kedua-duanya, kasih Kristus ditiadakan dan di mana tidak terdapat kasih, tidak juga terdapat keadaan gereja yang sehat. Sebab gereja yang sehat mengasihi dikarenakan di dalamnya jemaatnya sudah dipenuhi dengan kasih Kristus yang murni dan sempurna. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Formosa Journal of Multidisciplinary Research FJMR No. 3,2022 521-532 521 DOI prefik ISSN-E 2829-8896 Analisis Model Pelayanan Jemaat Mula-Mula Berdasarkan Kisah Para Rasul Suatu Teladan bagi Gereja Masa Kini Djone Georges Nicolas1* Sekolah Tinggi Teologi Katharos Indonesia ABSTRACT This study aims to analyze the early church ministry model based on the Acts of the Apostles as an example for the Church today. The method used is descriptive qualitative and data collection through Bible sources, books, interviews, and journals that discuss topics as needed. There is a striking difference in the model of service carried out by the Church as the body of Christ today and the model of the ministry of the Early Church, where there is harmony in communion, and God grants each day the harvest of new souls through the ministry they carry out. This topic of discussion is vital because, at this time, many churches do not show the quality of a healthy church, thus leading to divisions within the congregation itself. As a result, the early community served with a model of oneness and unity that fostered the Kingdom of God as an example for the Church today. namely the Church that is healthy and proactive in witnessing Christ. So, in conclusion, the Church, as a spiritual institution and belongs to God in essence, mus be healthy by showing the characteristics of oneness and unity within the congregation so that in this way, the name of God is glorified. Harmony and unity go hand in hand and cannot be separated, for, without either of the two, the love of Christ is abolished, and where there is no love, there is no healthy church because a healthy church loves. After all, in it, the congregation is filled with the pure and perfect love of Christ. Keywords Model; the Early Church, The apostle's story, Example, Church. Nicolas 522 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menganalisis model pelayanan jemaat mula-mula berdasarkan Kisah Para Rasul sebagai suatu teladan bagi gereja masa kini. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan pengumpulan data melalui sumber Alkitab, buku, wawancara, maupun jurnal yang membahas topik yang sesuai kebutuhan. Terdapat suatu perbedaan yang mencolok dalam model pelayanan yang dilaksanakan oleh Gereja sebagai tubuh Kristus pada masa kini dan model pelayanan Gereja Perdana di mana terdapat keharmonisan dalam persekutuan, dan Tuhan menganugerahkan setiap hari penuaian jiwa-jiwa baru melalui pelayanan yang mereka laksanakan. Topik pembahasan ini sangat diperlukan oleh karena, pada saat ini terdapat banyak gereja yang tidak menunjukkan kualitas gereja yang sehat, sehingga berujung pada perpecahan di dalam jemaat itu sendiri. Hasilnya, jemaat mula-melayani dengan model kesehatian maupun kesatuan yang menumbuhkan Kerajaan Allah sebagai teladan bagi gereja masa kini, yaitu gereja yang sehat dan proaktif dalam menyaksikan Kristus. Maka kesimpulannya, Gereja sebagai lembaga rohani dan milik kepunyaan Allah pada hakikatnya harus sehat dengan menunjukkan ciri kesehatian dan kesatuan dalam kebersamaan jemaat, sehingga dengan demikian nama Tuhan dimuliakan. Kesehatian dan kesatuan berjalan bersama dan tidak mungkin dipisahkan, sebab tanpa salah satu dari kedua-duanya, kasih Kristus ditiadakan dan di mana tidak terdapat kasih, tidak juga terdapat keadaan gereja yang sehat. Sebab gereja yang sehat mengasihi dikarenakan di dalamnya jemaatnya sudah dipenuhi dengan kasih Kristus yang murni dan sempurna. Kata Kunci Model, Jemaat Mula-Mula, Kisah Para Rasul, Teladan, Gereja Submitted 07-07-2022; Revised 14-07-2022; Accepted23-07-2022 Corresponding Author djonealexandrenathanael Formosa Journal of Multidisciplinary Research FJMR 2022 521-532 523 PENDAHULUAN Berbicara tentang jemaat dan pelayanan adalah pada kebiasaan topik yang dengan otomatis dikaitkan dengan dunia atau bidang rohani, sehingga menarik perhatian yang khusus dari hampir semua orang yang mendengarnya. Sebab jemaat berhubungan dengan karya Kristus dan iman kepada Dia yang adalah Kepala dan pemilik mereka yang telah ditebus-Nya. Maka pelayanan bukanlah perkara yang dapat dianggap enteng atau sekunder, tetapi keutamaan bagi setiap orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus. Sebab pelayanan merupakan selain bentuk ucapan syukur kepada Tuhan atas kasih karunia yang menjadi bagian hidup orang-orang percaya, pelayanan juga menjadi sarana untuk menyaksikan Kristus kepada dunia. TINJAUAN PUSTAKA Nicolas, 2022 menyampaikan bahwa orang-orang beriman atau jemaat Allah seharusnya menyadari tanggung jawab mereka untuk berkorban dengan mengasihi sesama mereka dalam rangka memperlihatkan kasih Kristus yang tidak bercela dan tanpa batas dan juga tanpa syarat, sebab Gereja dihadirkan oleh Allah di tengah dunia dengan tujuan memperluas kerajaan-Nya. Sebagai organisasi dan organisme Ilahi, gereja sebagai Tubuh Kristus seperti yang disampaikan Rajagukguk, 2018 mempunyai tanggung jawab menjadi terang dan garam bagi sekitarnya, sehingga kondisi gereja selazimnya sehat. Gereja sebagai saksi Kristus mewakili Kerajaan Allah dan memiliki ciri-ciri yang khusus, sehingga nampak perbedaan antara gereja sebagai jemaat Allah dan orang-orang pada umumnya. Djone, 2021 menyampaikan bahwa gembala jemaat selaku pemimpin dalam sebuah gereja menjadi faktor yang penting dalam memastikan terdapat pertumbuhan yang baik di dalam gereja dalam rangka mempertahankan kekhususannya atau tetap dalam kondisi sehat. Sama halnya dengan peran besar para Rasul dalam Menurut Alex Stefanus Ginting, 2021 mengutip Peter Wongso, gereja sehat adalah gereja yang berfungsi dengan baik dan mengalami Nicolas 524 pertumbuhan secara rohani dan juga secara kuantitas. Namun, pada realitasnya terdapat sejumlah gereja yang tidak menunjukkan kriteria atau tanda gereja yang sehat, sehingga bukannya menjadi saksi dan terang, tetapi menjadi dipertanyakan status kekudusannya sebagai organisme Ilahi dan pengikut Kristus. Oleh karena itu, gereja yang sakit menurut Setiawan, 2019 menjadi alasan gereja tidak bertumbuh dan mempunyai sifat duniawi. Perselisihan demi perselisihan yang bahkan berujung kepada perpecahan gereja menjadi sebuah tren dikarenakan keinginan-keinginan daging dan sifat egois masih ditemukan dalam komunitas umat percaya tertentu, sehingga dengan jelas menggambarkan kondisi kesehatan gereja yang sesuai dengan yang seharusnya. Whitney, 2018 berpendapat bahwa dikarenakan kasih adalah tanda dan karakteristik Kekristenan, walau gereja mampu berkhotbah, bersaksi, mengajar, gereja tidaklah sehat tanpa tanda pertumbuhan dalam hal kasih yang merupakan hal yang paling spesial bagi umat Kristiani. Menurut Widi Artanto, 2008, gereja bukanlah Kerajaan Allah, tetapi gereja adalah instrumen atau alat dan tanda dari Kerajaan Tuhan yang akan datang di dunia. Maka, gereja melalui kasih sebagai ciri khas dan sebagai alat Tuhan dipanggil untuk berkarya di tengah dunia, sehingga melalui kesehatian dan kesatuan dalam kebersamaan, dunia menyaksikan sinar kemuliaan Kristus yang terpancar, sehingga menarik perhatian dan kerinduan dunia sekitar gereja kepada persekutuan orang percaya sebagai keluarga Allah. Gereja mula yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul 432 mencerminkan model gereja dan pelayanan yang ideal dan sehat di mana terdapat nilai-nilai kasih yang mengimplementasikan kehendak dan kerinduan hati Allah, dalam rangka menghasilkan kualitas dan perluasan Kerajaan-Nya di bumi. Itu searah dengan pendapat Yulia Darlin et al., 2020 yang menyatakan bahwa gereja perdana pada masanya saling mempraktikkan kasih satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, penulis sependapat dengan Rajagukguk dan Whitney bahwa gereja merupakan Tubuh Kristus yang mempunyai tanggung Formosa Journal of Multidisciplinary Research FJMR 2022 521-532 525 jawab menjadi terang dan garam bagi sekitarnya melalui kasih yang merupakan tanda dan ciri khas Kekristenan, sehingga berbeda pendapat dengan Widi Artanto, penulis melihat gereja bukan sekedar alat atau instrumen dari Kerajaan Allah yang akan datang, tetapi gereja benar-benar merupakan Kerajaan Allah di bumi oleh karena Kristus adalah Kepala gereja, dan Roh-Nya tinggal sebagai materai di dalam setiap orang percaya sehingga memungkinkan dan memampukan gereja bersinar dan menjadi saksi di tengah dunia melalui tindakan kasih yang nyata sebagai tanda gereja yang sehat. Maka, penulis bertujuan menganalisis model pelayanan jemaat mula-mula berdasarkan Kisah Para Rasul sebagai suatu teladan bagi gereja masa kini. METODOLOGI Tujuan penelitian ini adalah menganalisis model pelayanan jemaat mula-mula berdasarkan Kisah Para Rasul sebagai suatu teladan bagi gereja masa kini. Metode yang digunakan adalah kualitatif eksegesis dan pengumpulan data melalui sumber Alkitab, buku maupun jurnal yang membahas topik yang sesuai kebutuhan. Penulis menganalisis teks Kisah Para Rasul 4 dalam rangka memperoleh teori-teori yang dasar atau Grounded Theory Moleong, 2021, dan juga mendeskripsikan teks secara holistik dan juga komprehensif H., 2020. HASIL PENELITIAN Latar Belakang Kisah Para Rasul Lukas merupakan penulis Kisah Para Rasul yang merupakan sambungan dari Injil Lukas yang ditujukan kepada Teofilus baik Injil yang mengisahkan kehidupan maupun ajaran dari Yesus dan juga karya Kristus yang telah menghasilkan sebuah gerakan yang mengguncangkan dunia karena tampil dengan nilai-nilai yang berbeda dari kebiasaan yang ada sebelumnya, sebab melalui jemaat-jemaat Allah sebagai gereja Tuhan, kewajiban mengasihi satu dengan yang lain menjadi standar gereja yang seturut dengan agenda dan Nicolas 526 panggilan Allah yaitu gereja yang sehat dan proaktif dalam menyaksikan Kristus. A. Gereja Sehat dan Proaktif Dalam Menyaksikan Kristus. Menyaksikan Kristus menjadi tugas gereja yang sesuai dan seirama dengan rencana Allah. Maka gereja yang dalam kondisi apa pun dan kapan pun waktunya perlu proaktif melaksanakan Amanat Agung yang telah diperintah dan juga dipercayakan oleh Allah. Jemaat Mula-Mula Melayani Dengan Model Kesehatian Maupun Kesatuan yang Menumbuhkan Kerajaan Allah Sebagai Teladan Bagi Gereja Masa Kini Gereja Perdana sebagai teladan dan pelopor bagi gereja masa kini hidup bukan saja dalam kebersamaan, tetapi juga dalam kesehatian. Sebab tidak secara otomatis kebersamaan identik dengan kesehatian. Hal tersebut dengan perpecahan yang terjadi di sebagian gereja di mana jemaat berkumpul setiap hari Minggu maupun tengah Minggu untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam kebersamaan, tetapi pada kenyataan dengan motivasi yang berbeda satu dengan yang lain. Namun, dalam jemaat mula berdasarkan Kisah Para Rasul 432, terdapat bahwa mereka sebagai umat Allah berkumpul dalam kesehatian dan satu pikiran yang disaksikan melalui kepedulian satu dengan yang lainnya. PEMBAHASAN Dalam Kisah Para Rasul 432 firman Tuhan menyatakan terdapat persekutuan orang-orang percaya dengan sehati dan sejiwa. Kata sehati yang dalam bahasa Yunani dengan istilah καρδιά atau “kardia” yang merujuk pada hati nurani yang juga berbicara tentang kemurnian hati, motivasi yang tulus terhadap sesama, yang tentunya diawali dengan takut dan cinta akan Tuhan. Kata yang kedua “sejiwa” yang dalam bahasa Yunani ψυχή atau disebut “psyche” dan yang dimaknai sebagai roh, akal budi atau pikiran. Jadi dapat dipahami bahwa istilah sehati dan juga sejiwa, berbicara tentang kesehatian yang terdapat di dalam persekutuan jemaat di mana motivasi dalam melayani adalah dengan kemurnian hati atau dengan hati nurani yang baik, sepikir dan Formosa Journal of Multidisciplinary Research FJMR 2022 521-532 527 satu tujuan dalam kehidupan bersama, yaitu memuliakan Allah. Hal ini searah dengan yang disampaikan oleh Eldista Limbongbua, 2022 bahwa kesehatian merupakan prioritas dalam satu persekutuan sehingga dengan demikian ego ditiadakan di dalamnya. Kisah Para Rasul 244-47 menggambarkan model pelayanan yang sama di mana kesatuan tetap menjadi ciri khas jemaat mula yang memiliki kebiasaan berbagi antara mereka dengan kasih, dalam rangka memenuhi kebutuhan kolektif dan mempertahankan kesehatian dalam persekutuan hari lepas hari dalam ketulusan hati, sukacita dan ibadah, sehingga mengakibatkan mereka menjadi perhatian dan kesukaan bagi semua orang yang terdapat di sekitar mereka, dan banyak orang diselamatkan melalui pelayanan mereka oleh anugerah Tuhan. Hal yang serupa di sampaikan oleh Ambarita, 2018 dengan menyampaikan bahwa dalam kehidupan jemaat perdana, terlihat mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kristiani walaupun pada kenyataannya mereka budaya dan latar belakang mereka sebagai pengikut sejati agama Yahudi. Kesehatian dilandaskan pada kesadaran akan status sebagai umat Tuhan yang memiliki panggilan dan tujuan hidup yang sama. Sebab melalui kelahiran baru, terdapat sebuah perubahan pola pikir yang seturut dengan apa yang dikehendaki Allah sebagai awal dan dasar dari tindakan apa pun yang akan dilakukan. Oleh karena itu, hati nurani jemaat mula terbukti setelah peristiwa hari Pentakosta berfungsi dengan benar sehingga mereka dalam berperilaku terdorong oleh motivasi yang murni dalam kebersamaan. Maka, Jevri Terok, 2017 berpandangan bahwa keselarasan menjadi kebutuhan di dalam persekutuan jemaat, sehingga dalam rangka mencapainya semuanya dalam kebersamaan harus mengusahakannya. Nicolas 528 Di lain sisi, kesehatian tidak dapat dipisahkan dari kesatuan dalam kebersamaan. Sebab tanpa kesatuan mustahil terdapat kesatuan di tengah jemaat, dan kesatuan merupakan buah dari kasih yang terdapat di hati setiap orang yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan pribadi dalam hidupnya. Maka, Kisah Para Rasul 432 mencatat bahwa bukan saja persekutuan orang percaya sehati dan sejiwa, tetapi juga di dalam persekutuan tersebut tidak terdapat satu orang pun yang menyampaikan atau menganggap memiliki sesuatu sebagai pribadi, namun apa pun yang adalah milik pribadi setiap mereka dijadikan milik bersama, tanpa membedakan siapa yang memberi lebih atau pun kurang. Apa bila diamati di dalam Kisah Para Rasul 61-5, Alkitab memberi keterangan bahwa ketika terjadi perselisihan antara jemaat akibat sungut-sungut dikarenakan terdapat kelalaian dalam pelayanan kasih yang seharusnya ditujukan kepada para janda-janda, sehingga para Rasul memandang perlu menertibkan mereka, tetapi dengan cara mengumpulkan semua dan dalam kesatuan dan kasih, bersama disepakati jalan apa langkah yang diperlukan untuk keharmonisan dan efisien pelayanan tetap menjadi bagian dari pelayanan mereka. Selain kesatuan tujuan dan visi, kepedulian di antara mereka menjadi sangat kuat sehingga sifat egois dengan sendirinya dilenyapkan. Oleh karenanya Mark Dever, 2013 berpendapat bahwa jemaat sebagai anggota gereja bertanggungjawab saling menunjukkan kasih dan simpati yang terungkap melalui kesatuan. kewajiban dan tanggung jawab anggota gereja kepada satu sama lain merangkumkan kehidupan kasih. Sebagai pengikut Yesus Kristus, orang Kristen wajib saling mengasihi. Apa bila tidak demikian, keangkuhan akan ambil alih dan pada akhirnya pasti terjadi perselisihan di dalam komunitas orang percaya, dan hal tersebut merugikan gereja dan tujuannya di dunia. Sebab di dalam gereja yang sehat, terdapat kesatuan yang membuahkan kesehatian sebagai penggerak bagi semua orang yang terdapat dalam kumpulan mereka yang mengiring Yesus dalam melaksanakan misi gereja sebagaimana seharusnya. Maka, Chamblin, Formosa Journal of Multidisciplinary Research FJMR 2022 521-532 529 2011 mengungkapkan bahwa pertengkaran dengan sesama berasal dari keangkuhan yang pada akhirnya membuat hubungan dengan Allah pun tidak baik. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Gereja sebagai lembaga rohani dan milik kepunyaan Allah pada hakikatnya harus sehat dengan menunjukkan ciri kesehatian dan kesatuan dalam kebersamaan jemaat, sehingga dengan demikian nama Tuhan dimuliakan. Kesehatian dan kesatuan berjalan bersama dan tidak mungkin dipisahkan, sebab tanpa salah satu dari kedua-duanya, kasih Kristus ditiadakan dan di mana tidak terdapat kasih, tidak juga terdapat keadaan gereja yang sehat. Sebab gereja yang sehat mengasihi dikarenakan di dalamnya jemaatnya sudah dipenuhi dengan kasih Kristus yang murni dan sempurna. Oleh karena itu, walaupun di era dan dengan figur yang beda, gereja masa kini dapat belajar dari pola pikir gereja mulai, sehingga sama seperti gereja mula, hasil luaran dari pelayanan yang dipraktikkan juga menghasilkan buah yang serupa dengan mereka sebagai pendahulu. PENELITIAN LANJUTAN Dalam rangka menindaklanjuti hasil penelitian ini, dengan menyadari ketidaksempurnaan naskah ini, penulis berencana meneliti tentang “Model Pelayanan Yesus Kristus dan Peran Roh Kudus Bagi Pertumbuhan Rohani Jemaat di Masa Pandemi”, sebab seperti diketahui, pandemi Covid-19 belum selesai dan gereja mengalami kesulitan dalam menentukan pola dan tipe pelayanan yang efektif dalam rangka memenuhi apa yang menjadi kebutuhan jemaat, mengingat pandemi yang memasuki babak baru berpotensi menambahkan tekanan secara psikologis bagi semua orang, termasuk orang-orang percaya. Nicolas 530 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sekolah Tinggi Katharos dan ketuanya, rekan dosen, jemaat Gereja Bethel Indonesia Parakletos Cengkareng, Ketua Yayasan Anak Bethel Indonesia atas dukungan dan semangat yang terus diberikan kepada penulis, sehingga dalam kemurahan Allah, naskah ini dapat rampung dalam anugerah Tuhan. Formosa Journal of Multidisciplinary Research FJMR 2022 521-532 531 DAFTAR PUSTAKA Alex Stefanus Ginting. 2021. Gereja sehat Tinjauan Biblika Tentang Konsep Gereja Sehat Berdasarkan Surat 1 Korintus 3. Prosiding Seminar Nasional STT Sumatera Utara, 11, 30–42. Ambarita, D. 2018. Perspektif Misi Dalam Perjanjian Lama & Perjanjian Baru. Pelita Kebenaran Press. Chamblin, J. K. 2011. Paulus Dan ajaranNya. Momentum. Djone Georges Nicolas, Soneta Sang Surya Siahaan, T. A. 2022. Krisis Kasih Dalam Gereja Sebagai Refleksi Bagi Kehidupan Orang Percaya Masa Kini. Jurnal Syntax Transformation, 34, 562–569. Djone Georges Nicolas, T. M. 2021. Krisis Keteladanan Kepemimpinan Gereja Fondasi Gembala Sebagai Pemimpin Gereja Berdasarkan 1 Petrus 52-4. Syntax Idea, 32, 283–290. Eldista Limbongbua. 2022. Kajian Teologis Kisah Para Rasul 432-37, Kaitannya Dengan Perilaku Hidup Jemaat Masa Kini. Jurnal TEO PB, 1. H., A. 2020. Metode Penelitian dan Perkembangan. Journal of Undergraduate, Social Science and Technology. 3–9. Jevri Terok. 2017. Mengatasi KetidakSelarasan Dalam Jemaat, Logon Zoes Jurnal Teologi. Logon Zoes Jurnal Teologi, Sosial Dan Budaya, 11, 18–31. Mark Dever. 2013. 9 Tanda Gereja Yang Sehat 2nd ed.. Momentum. Moleong Lexy J. 2021. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Rajagukguk, J. 2018. Pemimpin Dan Gereja Bertumbuh. Diegesis Jurnal Teologi. Setiawan, David Eko, D. Y. 2019. Signifikansi Salib Bagi Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus. FIDEI Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, 22, Nicolas 532 27–46. Whitney, D. S. 2018. Spiritual Check-up. Yayasan Gloria. Widi Artanto. 2008. Menjadi Gereja Yang Misioner Dalam Konteks Indonesia. Taman Pustaka Kristen. Yulia Darlin; Ragil Kristiawan; Rudy Chandra Saputra. 2020. Nilai-nilai Kehidupan Kristiani Menurut Kisah Para Rasul 432-37. JTS Journal of Theological Students, 101, 24–32. ... , hidup dan mati, dan mereka dipersatukan dengan tubuh kebangkitan Kristus dan dengan demikian dipersatukan dengan kehidupan ilahi, dipersatukan dalam kemuliaan Allah Theosis. Nicolas 2022 Untuk mengklarifikasi kelahiran sebagai titik awal Pendidikan karakter unggul dalam diri manusia, penulis memahami bahwa kelahiran baru adalah titik awal dalam pelatihan karakter yang sangat baik. Tanpa kelahiran baru, demikian pula harapan akan karakter yang lebih baik. ...Ernauli Maharani MarbunKurnia Novita HarianjaIrma Farida BatubaraGunawan PasaribuPenelitian ini dilatarbelakangi bahwa jemaat pemula perlu bertumbuh dan berbuah, berkenaan dengan hal itu kelahiran baru adalah penyatuan antara manusia dengan Kristus. Di dalam kehidupan yang baru, orang yang telah dilahir barukan itu memiliki persekutuan yang intim bersama Kristus, mereka dikenal dan dikasihi Allah. Sehingga warga gereja pemula akan mampu melayani dengan baik jika mereka dibina dengan baik pula. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini studi kualitatif deskriptif kepustakaan dengan menelaah berbagai literatur yang berkaitan dengan pokok masalah yang di bahas. Melalui kajian dan analisis yang mendalam diharapkan memberikan langkah-langkah strategi yang konkrit bagi Pembina dalam merencanakan dan melakukan pembinaan warga gereja pemula dengan efektif. Hasil penelitian ini memberikan langkah-langkah strategi dan model pembinaan rohani yang akurat dan terukur yaitu melalui pengajaran firman Tuhan, pelayanan khusus, pemuridan, kelompok kecil, dan melalui keterampilan Georges NicolasTirza ManaroinsongPresiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi Negara Republik Indonesia pada tanggal 13 Januari 2021 telah memberi teladan sekaligus membuktikan janjinya menjadikan dirinya orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19 Sinovac. Kepemimpinan gembala yang pada dasarnya bertujuan melayani, merawat dan memenuhi kebutuhan jemaat sebagai domba-domba yang telah dipercayakan Tuhan sedang bergeser arah dan mulai kehilangan maknanya. Sebab kepemimpinan mulai digunakan sebagai “prestige” sang pemimpin dan sarana untuk meraih keuntungan pribadi, sehingga kepemimpinan gembala bukan lagi dipandang sebagai kepercayaan dan amanah dari Tuhan, tetapi menjadi tuntutan untuk dilayani dan mengabaikan keteladanan yang menjadi tanggungjawabnya bagi mereka yang dipimpinnya. Bukan lagi menjadi berkat, tetapi sebaliknya menjadi batu sandungan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan analisa literatur, dengan tujuan menganalisa krisis keteladanan kepemimpinan gereja dan peran gembala sebagai pemimpin gereja berdasarkan 1 Petrus 52-4. Pengumpulan data melalui sumber buku-buku, jurnal-jurnal, wawancara, artikel digital, dan dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Hasil penelitiannya adalah Pertama, gembala sebagai pemimpin gereja perlu menyadari bahwa kepemimpinan-nya merupakan kepercayaan dan amanah dari Tuhan. Kedua, kualitas kepemimpinan gembala harus unggul dari kepemimpinan pada umumnya dengan memberi keteladanan melalui kesukarelaan dan pengabdian diri dalam melayani jemaat yang dipimpinnya. Ketiga, terdapat penghargaan yang bersifat kekal bagi gembala yang memimpin dengan memberi sehat Tinjauan Biblika Tentang Konsep Gereja Sehat Berdasarkan Surat 1 Korintus 3. Prosiding Seminar Nasional STT Sumatera UtaraAlex StefanusAlex Stefanus Ginting. 2021. Gereja sehat Tinjauan Biblika Tentang Konsep Gereja Sehat Berdasarkan Surat 1 Korintus 3. Prosiding Seminar Nasional STT Sumatera Utara, 11, Misi Dalam Perjanjian Lama & Perjanjian BaruD AmbaritaAmbarita, D. 2018. Perspektif Misi Dalam Perjanjian Lama & Perjanjian Baru. Pelita Kebenaran Georges NicolasSoneta Sang Surya SiahaanDjone Georges Nicolas, Soneta Sang Surya Siahaan, T. A. 2022. Krisis Kasih Dalam Gereja Sebagai Refleksi Bagi Kehidupan Orang Percaya Masa Kini. Jurnal Syntax Transformation, 34, Teologis Kisah Para RasulEldista LimbongbuaEldista Limbongbua. 2022. Kajian Teologis Kisah Para Rasul 432-37, Kaitannya Dengan Perilaku Hidup Jemaat Masa Kini. Jurnal TEO PB, Penelitian dan PerkembanganH., A. 2020. Metode Penelitian dan Perkembangan. Journal of Undergraduate, Social Science and Technology. TerokJevri Terok. 2017. Mengatasi KetidakSelarasan Dalam Jemaat, Logon Zoes Jurnal Teologi. Logon Zoes Jurnal Teologi, Sosial Dan Budaya, 11, Penelitian Kualitatif. PT Remaja RosdakaryaMoleong LexyMoleong Lexy J. 2021. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Dan Gereja Bertumbuh. Diegesis Jurnal TeologiJ RajagukgukRajagukguk, J. 2018. Pemimpin Dan Gereja Bertumbuh. Diegesis Jurnal SetiawanD Y EkoSetiawan, David Eko, D. Y. 2019. Signifikansi Salib Bagi Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus. FIDEI Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, 22, Nicolas 532 27-46.
perbedaan gereja perdana dan gereja masa kini